eni menekankan pentingnya kerja sama antara legislatif dan eksekutif agar pengendalian banjir dapat dilakukan secara terpadu—baik secara kebijakan, teknis, maupun pendanaan.
Ia juga mengungkapkan harapannya agar alokasi APBD dan peningkatan PAD ke depan bisa menguatkan penanganan banjir, terutama di titik-titik yang rawan dan padat penduduk.
Dalam rapat tersebut, DPRD juga membahas insiden longsor di area inlet Terowongan Samarinda.
Berdasarkan keterangan dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), potensi longsor sebenarnya sudah terdeteksi sejak awal tahun berdasarkan data alat pemantau milik kontraktor. Namun, prediksi tersebut meleset karena longsor justru terjadi lebih cepat akibat curah hujan tinggi.
“Sudut kemiringan lereng di sekitar inlet memang berisiko. Itu sebabnya kami minta agar penanganannya disegerakan dan tidak hanya bersifat reaktif,” kata Deni.
Meski bagian dalam terowongan belum dibuka untuk publik, insiden di luar sudah cukup menimbulkan kekhawatiran masyarakat. DPRD menekankan pentingnya transparansi dalam setiap proses pengujian teknis dan penguatan struktur, demi memastikan keselamatan menjadi prioritas utama.
“Penjelasan teknis ini penting, supaya tidak muncul informasi yang simpang siur. Yang paling utama, masyarakat harus merasa aman,” tutupnya. (adv)