Teknologi ini disebut ramah lingkungan, tidak menimbulkan polusi atau suara bising, dan sisa pembakarannya bisa dimanfaatkan untuk membuat paving block. “Ini solusi konkret. Kalau berhasil, kita bisa atasi sepertiga sampah kota,” kata Deni.
Nilai investasi untuk satu unit insinerator diperkirakan Rp1 miliar, dengan total anggaran sekitar Rp10 miliar.
Meski begitu, Deni mengingatkan agar Pemkot berhati-hati, dengan belajar dari kegagalan kota lain seperti Bekasi yang pernah mengalami pencemaran akibat kesalahan penerapan teknologi.
DPRD juga meminta DLH memperketat pengawasan terhadap aktivitas pembukaan lahan dan galian. Mereka menegaskan bahwa izin lingkungan seperti UKL-UPL tidak boleh hanya menjadi formalitas.
“Izin harus diiringi pengawasan di lapangan. Jangan sampai kegiatan yang legal justru merusak lingkungan,” tutup Deni. (adv)